Pengalaman Mengajar di Masa Pandemi Covid-19 (Ida Amiratun Nisa, S. Ag.)

Pengalaman​​ Mengajar di​​ Masa​​ Pandemi​​ Covid-19

(Pengajaran di​​ Masa​​ Pandemi​​ Covid-19)

Ida​​ Amiratun​​ Nisa,​​ S.​​ Ag.

 

Alhamdulillah, walaupun di masa pandemi covid-19 ini kami beserta para​​ siswa masih terus bisa belajar hanya saja melalui jalur yang tidak biasa yakni jalur online, tidak bertatap muka secara langsung seperti pada masa-masa sebelum adanya pandemi Covid-19, kami memaklumi bahwa situasi dunia saat ini memang berbeda, dunia sedang pilu dilanda pandemi Covid-19. Oleh karena itu kami tetap menjaga semangat dan menumbuhkan kesadaran diri akan pentingnya pendidikan bagi diri kami, bagi kemajuan dan perkembangan hidup kami ke arah yang lebih baik. Kesadaran demikian rupanya juga dimiliki oleh para siswa kami yang setidaknya dibuktikan dengan kehadiram mereka dalam setiap kegiatan pembelajaran yang saya pandu, ya walaupun tidak selalu hadir 100%, memang pernah 100% hadir, misalnya dalam satu kelas berjumlah 34 siswa keseluruhannya hadir​​ 34 siswa, tetapi seringkali yang hadir ya rata-rata 70% - 90%. Lumayan masih di atas 60%. Menurut investigasi kecil kami alas an mereka tidak ikut KBM online karena tidak punya kuota internet, belum punya uang lagi.

Saya berharap semangat belajar yang bagus tersebut selalu terpelihara dalam setiap jiwa anak didik (siswa) kami secara khusus, dan lebih luas lagi tumbuh dalam setiap jiwa anak didik di seluruh nusantara ini. Ibaratnya pandemi Covid-19 tahun 2020 ini seperti masa perang yang luar biasa. Karena​​ musuh yang kita hadapi tidak tampak oleh indra penglihatan kita secara lahiriyyah, ya maksudnya secara nyata tidak bisa kita lihat dengan mata kita tanpa menggunakan alat tertentu, tetapi dapat kita rasakan akibatnya, memberikan rasa tidak nyaman yang luar​​ biasa juga. Mungkin karena siswa-siswi sekarang kan anak-anak milenial selain telah kami himbau dan beri sedikit pencerahan, barangkali mereka juga sudah mendapatkan sendiri informasi dari berbagai media sosial yang selalu mereka kunjungi dalam kesehariannya, seperti FB, IG, Youtube dsb.

Ini salah satu contoh informasi dari seorang yang masih cukup muda usianya, di bawah 40 ​​ tahun, yang sempat terpapar Covid-19 dan sembuh pada akhirnya. Bersyukur setelah sembuh dia mau berbagi pengalaman penderitaannya menanggung beratnya perjuangan melawan virus Corona (Covid-19) tersebut, dia tuliskan di halaman beranda Facebooknya, langsung saya kutip secara utuh dengan copy paste di bawah ini, dengan harapan saudara-saudara yang belum sempat membaca langsung di halaman​​ Facebook saudara Ottorian Pallinggi seorang aktifis social yang tinggal di Rantepao – Sulawesi Selatan ini dapat juga membaca dan mendapatkan informasi atas derita yang dialaminya sebagai pasien Covid-19 sehingga dapat menjadi pelajaran berharga bagi kita​​ semua untuk bisa lebih berhati-hati dalam menghadapi pandemi Covid-19 ini, dengan cara taat aturan dan mematuhi protokol kesehatan yang diinstruksikan pemerintah dan tidak ceroboh atau abai :

 

Sedikit penggalan pengalaman sebagai pasien terkonfirmasi Covid 19 pada bulan Juli yg lalu, semoga ini bisa sedikit membuka pikiran akan bahayanya penyakit ini.​​ 

 

Dapat dari mana… entahlah. Saya juga tidak tau harus mengatakan siapa dan darimana, yang pasti Virus ini sudah ada dimana-mana. Tidak ada kacamata khusus yang bisa melihatnya langsung.

Pengalaman pertama merasakan di infus dan di injeksi obat-obatan.​​ 

saya mengakui memang teledor pernah jarang minum multivitamin. Yang ternyata kemudian saya dapat arisan terinfeksi virus ini.

Tanggal 11 Juni kami menjalani pemeriksaan swab sebagi screening, bukan karena kontak ataupun bergejala, hanya keharusan untuk tindakan pencegahan. Hasilnya keluar hari sabtu NEGATIF….. pikiran tentu senang, AMAAAANNNN….. lanjut aktivitas seperti biasa. Senin tanggal 15 Juni menjalani tugas Dinas dan jaga sebagai tugas anak sekolah PPDS.

Selesai jaga tanggal 16 Juni badan mulai terasa ada yang aneh, terasa pegal-pegal dan mata terasa panas. Curiga demam tapi tidak ada termometer hehehehe…. Ok saya minum obat demam. Pikirku awal-awal mau flu. Keesokan harinya rabu tanggal 17 Juni…. Badan semakin pegal. Seperti ditimpuk benda berat. Tulang belakang serasa mau patah. Saya tetap minum obat demam dan kemudian menambah anti nyeri lain. Gak hilang hilang juga sakitnya…saya ganti lagi. Dan mulai enakan. Demam masih terus berlanjut, minum obat tapi demam turun sebentar naik lagi. Akhirnya saya beli antibiotic sekalian dengan thermometer…. Saya minum antibiotik, saya atur ulang waktu minum obat, termasuk obat demam saya naikkan dosisnya. ​​ Kemudian hari kamis saya inisiatif periksa RAPID di prodia. Hasil NON REAKTIF.. sempat berpikir ah baru 3 hari… belum terdeteksi mungkin. ​​ Demam juga masih naik turun kisaran 38-38.5 derajat. Makin was was…​​ 

Jumat tanggal 19 Juni saya kembali periksa Widal/Typhoid dan​​ Demam berdarah. Hasilnya juga negatif. Demam tak juga turun. Hanya sempat turun kisaran 37.8 derajat. Saya akhirnya melapor karena saya rasa tidak mampu untuk melaksanakan tugas hari sabtu tgl 20 Juni. ​​ Saya kemudian disarankan untuk swab tapi menunggu sampai hari senin. Saya sudah mulai curiga kemungkinan saya terkena Covid. ​​ Sabtu lumayan demam akhirnya turun ke kisaran 36.5 derajat. Akhirnya turun juga… sampai malam juga seperti itu. Hari minggu sempatkan ibadah online….. sore menjelang demam naik lagi.​​ Indra penciuman dan perasa semakin tidak berfungsi. Makan mie instan campur Lombok, ternyata tidak terasa pedis. Penciuman/pembau juga menurun. Bau terasa aneh. Nafsu makan makin turun, roti+selai tidak ada rasanya. Tapi paksa saja makan. Batuk juga sudah​​ mulai, lendir susah keluar dan mulai berwarna coklat kemerahan. Kadang saya paksa karena dada sudah mulai rasa berat…

Tidak bisa tidur sedari malam sampai tiba waktunya senin tanggal 22 Juni ​​ periksa Swab…….. Masih demam, batuk, hidung tersumbat tapi tidak meler, penurunan indra penciuman dan perasa.

Tanggal 24 Juni hasil keluar……. POSITIF. Saya melapor dan disarankan untuk isolasi mandiri, tapi saya sudah sangat tidak tahan, badan sudah lemas, mulai terasa berat di dada, saya meminta pada Ketua Prodi​​ untuk saya masuk perawatan, Syukur Ketua Prodi dan Senior membantu akhirnya dapat kamar di RS UNHAS.​​ 

Ya. Akhirnya rawat inap…. Sebelum masuk kamar saya di CT-Scan terlebih dahulu. Napas rasanya sudah berat. Selesai CT-Scan naik lantai 3 dan masuk kamar perawatan. ​​ Saya bersyukur bisa sampai pada tempat ini. Seandainya dirumah mungkin ​​ lain lagi cerita ini tak akan tertulis.

Saya di pasangi infus, dan yang saya tunggu-tunggu obat demam melalui infus masuk…. Beberapa waktu kemudian saya merasa badan saya lebih enakan, demam turun. Obat-obat lain juga masuk….. lendir mulai lebih gampang dan lebih banyak keluar, napas masih berat, Lendir masih warna coklat kemerahan. Akhirnya Adona pun juga masuk. Bahkan sayamelarang saudara menelepon dan tidak mengangkat pangilan-panggilan yang masuk karena masih terasa sesak bila bicara, Baca WA pun jarang.​​ 

Ah makin berat rasanya… nafsu makan hilang, setiap makan mual tapi tetap saya paksa meski hanya 2-3 sendok dan beralih ke bubur. ​​ Bau lauk dan sayur semua jadi aneh, makin​​ mual saya. Kadang saya harus mengumpulkan keberanian 1-2 jam untuk menyentuh makanan. Perasaan mual dan bau yang aneh sudah duluan muncul dalam pikiran. ​​ Keluarga dan Sahabat dan senior bergantian kirim makanan dan vitamin. Saya sangat bersyukur banyak Doa dan Perhatian sebagai penyemangat saya. O ia saya juga tidak bisa tidur sejak sakit. Kadang jam 2 atau jam 3 baru bisa tidur. Kadang juga terpaksa minum obat tidur.

Sakit belum Reda….. Mulai sore, Kepala mulai sakit…. Ya sangat sakit sampai malam bahkan​​ pagi. Sampai saya harus minum obat pengurang nyeri, dan saya tidak bisa tidur sehingga terpaksa saya bantu dengan obat. Kepala sangat sakit…. Pada titik ini saya mulai merasa menyerah. SAKIT sekali.

Hasil CT-Scan: Pneumonia Bilateral (hmm pantas agak sesak) Saturasi oksigen sempat di kisaran 93-95 Persen.

Lebih-lebih tidak ada satupun yang bisa menemani dan menjaga kita di dalam, yang bisa mengurus kita mengambilkan makanan atau sekedar memijit kepala dan badan. Sesekali perawat datang menjenguk lalu Kembali lagi karena harus melihat pasien lain dan mempersiapkan obat dan menangani keluhan-keluhan dengan ​​ berbalut baju hazmat dengan keringat dibalik kacamata yang bercucuran menahan panas.

Lokasi Jarum infus bengkak dan dipindahkan, sekitar 2 hari bengkak lagi dan diganti dengan obat minum. Demam sudah tidak saya rasakan lagi. Total terpasang sekitar 5 hari.​​ 

Demam sudah tidak saya rasakan lagi, sakit kepala ringan masih muncul, mual masih….. indra penciuman dan perasa baru mulai membaik pada sekitar hari ke 8​​ dirawat. Betul-betul perjuangan untuk makan. Setelah ​​ indera penciuman dan perasa mulai membaik, makan mulai terasa enak dan tidak lagi mual.​​ 

Perlahan-lahan gejala mulai berkurang.​​ 

 

Total saya sudah di swab sekitar 11 kali ….. Hampir 1 bulan saya dirawat dirumah sakit sampai akhirnya diperbolehkan pulang

Saya pikir awalnya hanya akan flu biasa ternyata flu yang tidak biasa….. dan saya tidak pernah mengalami sakit tenggorokan saat sakit Covid ini.​​ 

 

Masih ingin berdamai dengan COVID?????? Pikir-pikir ya​​ 😁

 

Bersyukur kalau tanpa gejala…. Tapi kalau bergejala seperti saya…. MAU??

Stop Main-main dengan COVID…. Patuhi protocol dan ikuti himbauan pemerintah.​​ 

Saya Patuh, Kamu Patuh….. Kita Selamat.

Saya ucapkan terima Kasih atas Doa dan Dukungan semuanya… Keluarga, Sahabat, Teman Sejawat, Guru-Guru, Sejawat PPDS.

Semoga kita semua terlindungi dari virus ini dan saya berharap tidak lagi tertular/terinfeksi virus corona ini.​​ 

 

Salam Covid…Eh Salam Sehat

 

Akhirnya dia tutup kalimat curahan hatinya itu dengan “Salam Sehat” berharap dia dan kita semua diberikan kesehatan dan selamat dari pandemic Covid-19 ini. Aamiin…. Doa untuknya dan untuk kita semua.#

2 komentar untuk “Pengalaman Mengajar di Masa Pandemi Covid-19 (Ida Amiratun Nisa, S. Ag.)”

  1. Menurut saya sudah bagus…
    Mungkin lebih baik, pengalaman orang lain tidak ditulis ulang, tetapi diceritakan kembali dengan bahasa sang penulis sendiri.

    Kita tunggu karya-karya berikutnya…

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *