Virus Memaksaku Adaptif (Bambang Yulianto, M. Pd.)

Virus Memaksaku Adaptif​​ 

Bambang Yulianto, M. Pd.

 

Beberapa waktu lalu kita disibukkan dengan teknologi baru bernama 4.0. Teknologi tersebut memaksa kita memasuki masa​​ disruptive​​ yang pada akhinrya memaksa kita untuk berubah. Kini muncul kehebohan baru berupa pandemi yang disebabkan Covid 19. Mungkin tidak banyak guru yang benar-benar siap ketika harus menuntaskan kegiatan pembelajaran dalam situasi pandemi seperti sekarang ini. Ketika diumumkan secara nasional untuk bekerja dari rumah, belajar dari rumah, dan beribadah dari rumah, sontak terjadi dinamika di tengah masyarakat. Sebagai guru, saya antara bingung dan tidak menghadapi situasi belajar dan mengajar dari rumah.​​ ​​ 

Saya merasa bingung karena saya menyadari bahwa belum ada konsep yang jelas harus bagaimana terkait saya harus mengajar dari rumah. Apalagi mendengar istilah mengajar “online”. Sebagai guru, saya memang sangat alergi dengan mengajar menggunakan teknologi​​ canggih. Alam sadar saya selalu menolak ketika ada kegiatan bernuansa teknologi baru meskipun konsep​​ blended learning​​ sebenarnya sudah lama saya pelajari. Namun apa daya, ketika bertemu siswa, saya lebih suka berinteraksi secara langsung dengan siswa dengan minim teknologi. Apalagi bidang saya adalah Bahasa Inggris. Siswa tidak belajar Bahasa Inggris, melainkan berbahasa Inggris. Oleh karena itu harus selalu ada kegiatan di mana siswa berinteraksi untuk selalu dapat saling berkomunikasi dalam bahasa Inggris, baik​​ pair work​​ mapunun​​ group work. Terlebih lagi, sejak 2019 lalu, saya mengalami situasi yang disebut dengan​​ teacher tiredness​​ atau​​ teacher burnout​​ alias bingung harus berbuat apa. Mengajar tanpa perencanaan dan mengelola kelas dengan seadanya. Mati gaya!​​ 

Apapun itu, ketika belajar dari rumah diumumkan, beruntunglah sekolah kami masih memasukkan siswa pada hari Senin, 16 Maret 2020. Masih ada kesempatan kami untuk berkordinasi dengan teman-teman guru, kepala sekolah, dan siswa. Langkah penting yang saya lakukan pada waktu itu adalah meminta siswa untuk membawa pulang buku-buku pelajaran Bahasa Inggris yang ada di sekolah. Mengapa demikian? Jujur rencana pembelajaran sederhana saya seketika saat itu adalah meminta siswa mempelajari bagian-bagian tertentu​​ di buku, mengerjakan latihan-latihan soal dan mengirim foto hasil pekerjaan mereka dan mengirimkannya lewat WA, ketua kelas terus ke saya, atau langsung lewat email.​​ 

Hal ini berlangsung selama sekitar dua minggu. Lama-lama bosan juga. Saya khawatir siswa​​ saya berpikir bahwa saya tidak kreatif dan tidak percaya dengan saya lagi. Selain itu, mengunduh dan mengoreksi pekerjaan siswa yang berupa foto juga pekerjaan yang tidak menyenangkan. Alasannya adalah pengarsipan saya tidak baik. Apalagi bila hasil foto​​ pekerjaan siswa yang tidak jelas. Bikin mata saya tambah​​ pedas​​ rasanya. Lagipula saat itu ramai tersiar kabar bahwa banyak siswa mengeluh lewat KPAI bahwa banyak guru hanya memberi tugas. Bayangkan kalau semua guru hanya memberi tugas, pasti siswa akan merasakan beban berat​​ belajar walaupun saya tidak mendengar adanya keluhan dari siswa saya. Namun demikian selain penugasan yang berat, alasan jaringan internet yang tidak merata untuk setiap siswa juga menjadi pertimbangan bagi saya untuk pembelajaran selanjutnya. ​​ 

O ya, sebenarnya sekolah kami juga menerapkan model pembelajaran UKBM, yaitu Unit Kegiatan Belajar Mandiri. UKBM ini semacam modul di mana dalam modul itu siswa bisa belajar sendiri materi yang diajarkan lewat modul UKBM tersebut dan bila merasa sudah menguasai suatu KD, siswa bisa meminta ulangan pada guru masing-masing. Untuk UKBM saya sendiri tidak begitu mempraktikkannya karena belajar berbahasa itu​​ ya​​ harus berkerjasama dan berkomunikasi dengan siswa lain. Jadi penggunaan UKBM oleh saya bisa dikatakan minim sekali.​​ 

Namun demikian, dalam situasi yang seperti ini saya harus berubah. Pertama saya harus menerapkan siswa belajar mandiri dan digabung dengan belajar secara online. Setelah melaksakanan refleksi, belajar dari teman-teman guru baik dalam sekolah maupun di luar sekolah, mengikuti webinar tentang pembelajaran di masa pandemi beberapa kali, akhirnya saya menemukan konsep pembelajaran jarak jauh yang sementara ini bisa dilaksanakan dengan baik.​​ 

Saya mengkombinasikan model pembelajaran UKBM​​ dan daring sederhana yang biasa digunakan siswa. Kombinasi antara​​ synchronous​​ dan​​ asynchronous. Misalnya untuk pembelajaran “Text Recount Peristiwa Bersejarah”, saya melakukan langkah-langkah sebagai berikut;​​ 

  • Saya menggunakan grup WA kelas untuk​​ berkomunikasi dan berdiskusi, menjaga motivasi siswa selama belajar dari rumah dan sebagainya.​​ 

  • Sebagai sumber belajar, saya menggunakan modul UKBM yang masih berbentuk soft file dan buku pegangan siswa sehingga bisa saya bagi ke siswa tanpa perlu difotocopy terlebih dahulu. Dengan UKBM, siswa dapat belajar mandiri di rumah tanpa kehadiran saya.​​ 

  • Sebagai media audio-visual saya menggunakan link youtube.​​ 

  • Khusus untuk materi latihan pelafalan (pronunciation), siswa saya minta untuk mengunduh aplikasi kamus online-offline yang sekaligus menyediakan audio untuk katakata sulit yang dicari. Mereka bisa mengunduhnya di Playstore. Dengan demikian, kegiatan “Repeat after me!” sudah digantikan oleh​​ native speaker​​ dari kamus tersebut.​​ 

  • Sebagai pengayaan latihan-latihan soal untuk grammar (Past Tense) saya meminta siswa untuk memanfaatkan latihan-latihan online sehingga siswa langsung mendapatkan koreksi benar-salahnya. Alamat latihan ini saya pilihkan, karena tidak semua latihan di internet bagus.​​ 

Ini menurut saya pengalaman unik dan terbaik yang sudah saya lakukan di masa pandemi ini. Hari-hari ini saya menemukan gairah lagi. Ke depan saya harus mencari format-format baru yang lebih variatif, berkualitas, lebih high-tech, dan sebagainya sehingga saya dan​​ siswa nyaman​​ dalam belajar. Hari-hari ini saya berlatih menggunakan telegram, google classroom, zoom, webex, google form, dan quizizz. Semester depan saya akan mencoba menggunakan semua ini. Sementara itu pimpinan sekolah sedang mempersiapkan workshop platform online berbayar untuk guru-guru sehingga nantinya dapat memudahkan guru dan siswa dalam pembelajaran jarak-jauh.​​ 

Sebagai pengayaan, saya sudah menyiapkan platform beberapa digital library pilihan seperti iPusnas, ePerpus, Rumah Belajar Kemdikbud, dan perpustakaan​​ digital​​ epic!​​ 

Dunia selalu berubah. Covid 19 memaksa kita berubah. Kita harus berubah dan beradapatasi.​​ 

Saya sependapat dengan Ketua Umum PGRI Pusat dan Robert Darwin yang mengatakan,”hanya orang-orang yang dapat beradaptasi yang mampu bertahan.”​​ 

​​ 

​​ 

1​​ 

​​ 

3 komentar untuk “Virus Memaksaku Adaptif (Bambang Yulianto, M. Pd.)”

  1. Menurut saya sudah bagus..
    Mungkin bisa dikurangi penggunaan kata yang sama dalam satu kalimat

    Misal pada kalimat “Saya khawatir siswa​​ saya berpikir bahwa saya tidak kreatif dan tidak percaya dengan saya lagi.”

    Dalam satu kalimat terdapat pengulangan kata “saya” sebanyak 4 kali

    Ditunggu karya-karya berikutnya….

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *